Di Indonesia sendiri, penggunaan Internet berbasis Wi-Fi sudah mulai
menggejala di beberapa kota besar. Di Jakarta, misalnya, para maniak
Internet yang sedang berselancar sambil menunggu pesawat take off di
ruang tunggu bandara, sudah bukan merupakan hal yang asing.
Fenomena yang sama terlihat diberbagai kafe --seperti Kafe Starbucks
dan La Moda Cafe di Plaza Indonesia, Coffee Club Senayan, dan Kafe
Coffee Bean di Cilandak Town Square-- dimana pengunjung dapat membuka
Internet untuk melihat berita politik atau gosip artis terbaru sembari
menyeruput cappucino panas.
Dewasa ini, bisnis telepon berbasis VoIP
(Voice over Internet Protocol) juga telah menggunakan teknologi Wi-Fi,
dimana panggilan telepon diteruskan melalui jaringan WLAN. Aplikasi
tersebut dinamai VoWi-FI (Voice over Wi-Fi).
Beberapa waktu lalu, standar teknis hasil kreasi terbaru IEEE telah
mampu mendukung pengoperasian layanan video streaming. Bahkan
diprediksi, nantinya dapat dibuat kartu (card) berbasis teknologi Wi-Fi
yang dapat disisipkan ke dalam peralatan eletronik, mulai dari kamera
digital sampai consoles video game (ITU News 8/2003).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis dan
kuantitas pengguna teknologi Wi-Fi cenderung meningkat, dan secara
ekonomis hal itu berimplikasi positif bagi perekonomian nasional suatu
negara, termasuk Indonesia.
Meskipun demikian, pemerintah seyogyanya menyikapi fenomena tersebut
secara bijak dan hati-hati. Pasalnya, secara teknologis jalur frekuensi
--baik 2,4 GHz maupun 5 GHz-- yang menjadi wadah operasional teknologi
Wi-Fi tidak bebas dari keterbatasan (Kompas, 5/2/2004).
Pasalnya, pengguna dalam suatu area baru dapat memanfaatkan sistem
Internet nirkabel ini dengan optimal, bila semua perangkat yang dipakai
pada area itu menggunakan daya pancar yang seragam dan terbatas.
Apabila prasyarat tersebut tidak diindahkan, dapat dipastikan akan
terjadi harmful interference bukan hanya antar perangkat pengguna
Internet, tetapi juga dengan perangkat sistem telekomunikasi lainnya.
Bila interferensi tersebut berlanjut --karena penggunanya ingin lebih
unggul dari pengguna lainnya, maupun karenanya kurangnya pemahaman
terhadap keterbatasan teknologinya-- pada akhirnya akan membuat jalur
frekuensi 2,4 GHz dan 5 GHz tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Keterbatasan lain dari kedua jalur frekuensi nirkabel ini (khususnya 2,4 GHz) ialah karena juga digunakan untuk keperluan ISM (industrial, science and medical).
Konsekuensinya, penggunaan komunikasi radio atau perangkat
telekomunikasi lain yang bekerja pada pada pita frekuensi itu harus siap
menerima gangguan dari perangkat ISM, sebagaimana tertuang dalam S5.150
dari Radio Regulation.
Dalam rekomendasi ITU-R SM.1056, diinformasikan juga karakteristik
perangkat ISM yang pada intinya bertujuan mencegah timbulnya
interferensi, baik antar perangkat ISM maupun dengan perangkat
telekomunikasi lainnnya.
Rekomendasi yang sama menegaskan bahwa setiap anggota ITU bebas
menetapkan persyaratan administrasi dan aturan hukum yang terkait dengan
keharusan pembatasan daya.
Menyadari keterbatasan dan dampak yang mungkin timbul dari penggunaan
kedua jalur frekuensi nirkabel tersebut, berbagai negara lalu
menetapkan regulasi yang membatasi daya pancar perangkat yang digunakan.
SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Wi-Fi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar